The Triple Bottom Line Impact of Mangrove

Agile Innovation Labs
3 min readMar 14, 2022

Siapa yang tak kenal dengan tumbuhan mangrove? Pada tahun 2004, ketika Aceh dan pesisir Lautan Hindia dilanda bencana alam tsunami, mangrove menjadi salah satu penyelamat beberapa daerah yang tidak terdampak besar seperti, Nias, Simeulue, dan daerah lainnya di pesisir barat Sumatera sampai pesisir timur Afrika karena terlindung oleh mangrove yang sangat baik. Apa sebenarnya yang terjadi?

Dalam perjalanannya bertemu dengan mangrove, Bapak Onrizal salah satu Dosen Senior di Fakultas Kehutanan USU (Universitas Sumatera Utara) sangat takjub dengan manfaat mangrove dari segala sisi. “Saya kebetulan mendapat pembimbing baru pulang menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Jepang tentang ekologi dan manajemen mangrove. Lalu saya diarahkan penelitian mangrove di Papua untuk skripsi selama dua bulan. Disitulah saya merasa, Indonesia itu tidak miskin, tapi kaya bahkan hanya dengan mangrove yang dijaga.”

Selama ini, kita hanya tahu kalau mangrove berperan dalam mitigasi (upaya menurunkan risiko) bencana alam, seperti pencegah pengikisan tanah di pantai (abrasi) dan gelombang tinggi air laut karena kemampuannya dalam menstabilkan lumpur dan memecah energi gelombang tinggi. Padahal lebih dari itu, Bapak Onrizal menemukan beberapa manfaat mangrove yang tidak biasa, seperti pemeliharaan ekosistem laut, peningkatan ekonomi masyarakat, bahkan pertahanan negara.

Kegiatan yang dilakukan oleh Bapak Onrizal bersama masyarakat dan aktivis LSM, di Sei Nalagawan, Serdang Bedagai, Sumatera Utara dari lahan mangrove seluas 2 hektar, ternyata bisa menghasilkan banyak hal. Keresahan bermula ketika pada tahun 2000-an, lahan mangrove dikonversi menjadi tambak dan lahan-lahan lainnya. Dampaknya kapasitas mangrove dalam menahan abrasi menjadi hilang, sehingga terjadi abrasi besar-besaran di daerah tersebut. Selain itu air laut masuk ke sumur, sehingga air menjadi asin dan masyarakat perlu membeli air untuk kebutuhan sehari-hari.

Karena keresahan itulah, masyarakat, termasuk kelompok ibu-ibu mulai berinisiatif untuk sama-sama membantu memulihkan ekosistemnya dengan cara menanam mangrove di sekitar pesisir tersebut. Kerja keras mereka terbayar ketika ekosistem di lingkungan mereka kembali pulih. Abrasi berkurang, nelayan mudah menemukan hasil tangkapannya, dan muncul ide baru dengan membangun ekowisata.

Hasil dari ekowisata, melalui tiket kemudian dikelola oleh masyarakat dalam bentuk koperasi dengan persentase 70% warga dan 30% untuk pemerintah. Setelah dikelola, hasil yang didapatkan rata-rata dalam setahun berkisar 2,5 M per tahun. Bahkan nilai tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan penanaman sawit.

Perekonomian masyarakat pun mulai membaik. Awalnya tidak ada rumah permanen, tingkat pendidikan rendah (hanya sampai SMP). Sekarang masyarakat memiliki rumah permanen, bahkan kendaraan sendiri dan tingkat pendidikan pun meningkat hingga ke jenjang perkuliahan. Apakah mereka mulai meninggalkan profesi sebagai nelayan? Tentu tidak, mereka tetap melaut di pagi hari karena ekowisata dibuka setelah Dzuhur hingga sore hari. Hasil tangkapan para nelayan pun dijadikan sebagai lauk di kedai mereka.

Nyatanya, mangrove sangat berpengaruh pada ekosistem laut. Tumbuhan yang mangrove memiliki kemampuan berfotosintesis, berperan sebagai ‘gudang makanan’ bagi bakteri, fungi, dan biota laut kecil lainnya. Sehingga rantai makanan ini akan terus berlanjut hingga konsumen teratas dan berpengaruh pada tersedianya biota laut (ikan, udang, lobster, dll.).

Sedangkan ketahanan negara, berhubungan dengan negara kita yang terdiri dari pulau-pulau. Masih ingat, apa dampak bagi pantai yang tidak ditanami mangrove? Abrasi akan terus menggerus tanah di pantai, sehingga berakibat mengurangi luasan wilayah negara kita. Selain itu, ancaman besar lainnya datang ketika negara lain bebas mengklaim luasan wilayah negara kita sebagai wilayah negara mereka. Karena itulah, para tentara mulai concern dengan kegiatan rehabilitasi mangrove.

Begitu banyak manfaat mangrove dari segala aspek. Jadi, masih inginkah kita menghilangkanya?

Ditulis oleh:
Innovation Learning Squad
Social Innovation Hub Indonesia

--

--