Hutan Wakaf Bogor, Inovasi Sosial untuk Solusi Perubahan Iklim Masa Kini
Dikutip dari BBC (25 Agustus 2022), Para ilmuwan iklim sudah lama mengatakan bahwa pemanasan global akan meningkatkan risiko kekeringan di wilayah-wilayah yang rentan karena berkurangnya curah hujan serta penurunan kelembaban udara dan tanah. Salah satu penyebab perubahan iklim adalah aktivitas manusia, utamanya jika berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil dan pengurangan lahan hutan (deforestasi).
Pembakaran inilah yang menghasilkan emisi gas rumah kaca yang bekerja seperti selimut dengan melilit Bumi, sehingga menghasilkan panas matahari dan menaikkan suhu. Pelaksanaan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi dengan cara melibatkan masyarakat untuk membahas desa hijau dan peningkatan ekonomi alternatif. Cara inilah yang dilirik oleh Hutan Wakaf di Bogor. Bagaimana inisiasi kegiatan ini berawal?
Berawal dari pencarian topik disertasi S3, terbitlah ide Hutan Wakaf oleh founder Hutan Wakaf Bogor, Khalifah M Ali. Memiliki latar belakang pendidikan kehutanan dan ekonomi Islam, membuat keresahan yang dirasakan diharapkan tidak hanya selesai diatas kertas disertasi, tetapi juga bisa terealisasi dan berkelanjutan. Maka terbentuklah Hutan Wakaf Bogor pada tahun 2018 yang hingga saat ini telah mengelola hutan wakaf dengan luasan sekitar 1 hektar di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Pada dasarnya, hutan wakaf adalah hutan yang berada diatas tanah wakaf, dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan hukum agama. Sistem wakaf yang dijalankan adalah dengan mewakafkan tanah secara langsung untuk dijadikan hutan, atau dengan wakaf uang yang selanjutnya akan dipergunakan untuk membebaskan lahan. Konsep hutan wakaf juga telah dilakukan di Aceh, Bandung, dan juga di negara lainnya seperti Turki, Bosnia, Afrika Utara, dan Palestina.
Lalu pertanyaannya adalah, mengapa mewakafkan hutan? Menurut Pak Khalifah, hutan adalah ekosistem yang paling rentan untuk dikonversi melalui deforestasi. Deforestasi ini biasanya berbentuk beberapa tahapan, yang pertama adalah konversi menjadi perkebunan, seperti praktek pembukaan perkebunan kelapa sawit. Tahap kedua yakni menjadi pemukiman tempat tinggal. Selanjutnya pada tahap ketiga, pemukiman tersebut dialihfungsikan lagi menjadi pertokoan dan perkantoran.
Hutan wakaf dapat menjadi solusi yang kuat dan berkelanjutan dari masalah laju deforestasi yang semakin besar. Status tanah wakaf yang tidak bisa dialihfungsikan dan diwariskan membuat hutan yang berada di atas tanah wakaf tidak boleh dikonversi selain sebab yang sesuai syariat. Hal ini terbukti dan diapresiasi oleh pihak KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Indonesia saat mengunjungi Hutan Wakaf Bogor. Dalam penyampaiannya, upaya rehabilitasi lahan yang telah dilakukan oleh negara dengan anggaran triliunan rupiah melalui penanaman pohon di beberapa lokasi, berakhir dengan konversi lahan oleh masyarakat menjadi pemukiman dan pertokoan. Maka tagline Hutan Wakaf Bogor yaitu “Hutan Sampai Kiamat” ini bisa menjadi sebuah jawaban untuk membuat hutan dengan legalitas yang kuat dan akan terus menjadi hutan selamanya.
Dalam pengelolaannya, program yang dijalankan oleh Hutan Wakaf Bogor tidak hanya menanam pohon saja. Program yang ada disingkat menjadi 3E (Ekologi, Edukasi, dan Ekonomi). Dari sisi ekologi, adanya hutan memang telah berdampak positif melalui penyerapan karbon, sebagai sumber oksigen, dan penyimpan cadangan air. Tetapi di sekitar hutan wakaf juga terdapat sekitar 18.000 penduduk yang perlu diperhatikan baik dari segi sosial maupun ekonomi. Maka dari itu dibentuklah program pengajian, pelatihan usaha, dan program bantuan modal usaha untuk masyarakat. Beberapa usaha yang telah terbentuk antara lain berjualan makanan, membuka warung, dan penggemukan domba untuk Hari Raya Idul Adha. Program ini berdampak positif untuk kesejahteraan masyarakat dan mempererat hubungan antara hutan wakaf dan masyarakat sekitar hutan.
Dari segi kolaborasi, Hutan Wakaf Bogor mengadopsi konsep kolaborasi pentahelix. Pak Khalifah yang merupakan dosen di Departemen Ilmu Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor, telah melakukan dan membantu dalam pembuatan riset mengenai hutan wakaf di berbagai kampus di Indonesia maupun Malaysia. Dengan sektor bisnis, Hutan Wakaf Bogor menerima bantuan dan CSR dari beberapa perusahaan, salah satunya adalah bantuan bibit pohon. Dengan masyarakat, hutan wakaf terus membangun program yang berdampak positif dan membina hubungan baik. Dengan pemerintah, salah satunya adalah dengan Bank Indonesia yang menjadi penghubung dengan orang dan perusahaan yang ingin berwakaf. Terakhir, Hutan Wakaf Bogor juga berkolaborasi baik dengan media cetak maupun media online.
Misi Hutan Wakaf adalah ingin menjadi percontohan agar konsep ini dapat direplikasi di seluruh Indonesia. Pengelola ingin membuat Hutan Wakaf Bogor menjadi percontohan yang tertata cantik dan terus berkembang. Kedepannya, Hutan Wakaf Bogor ingin mengkaji manfaat hutan wakaf secara kuantitatif, terutama dari segi pertumbuhan pohon dan angka penyerapan karbon. Terobosan ini akan diaplikasikan kepada campaign wakaf pohon dan tanah dari donatur dengan pelaporan kuantitatif yang akan diterima setiap 6 bulan, sehingga para donatur memiliki data yang riil mengenai dampak lingkungan yang telah mereka sumbangsihkan.
Ditulis oleh:
Innovation Learning Squad
Social Innovation Hub Indonesia
Sumber:
- https://www.bbc.com/indonesia/majalah-62678808
- https://indonesia.un.org/id/172909-apa-itu-perubahan-iklim
- JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol (6), Nomor 1, Tahun 2021. Dampak Deforestasi Hutan Skala Besar terhadap Pemanasan Global di Indonesia. Herpita Wahyuni & Suranto. Departement of Government Affairs and Administration, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta